BorneoHEADLINEHukrimNasional

KPK Ajak Pemprov Kalbar dan Pengusaha Swasta Cari Solusi

Jalannya kegiatan pertemuan Pembentukan Komite Advokasi Daerah yang digelar KPK di Ruang Jelitung Hotel Mercure Kalbar dihadiri para pemangku kepentingan komite advokasi

Swasta Pelaku Tipikor Terbanyak Per Juni 2017

PONTIANAK (NK) – Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar) menjadi salah satu pemerintah daerah yang terpilih untuk bermitra dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam membentuk Komite Advokasi Daerah . Komite advokasi ini berupaya mengajak pemerintah daerah dan pengusaha swasta duduk bersama mencari solusi terhadap kendala-kendala pembangunan investasi dan dunia usaha berintegritas, selain seluk-beluk permasalahan sektor swasta lainnya di Kalimantan Barat. Demikian dikatakan juru bicara KPK, Febri Diansyah melalui siaran persnya Kamis (8/3/2017).

Pembentukan Komite Advokasi Daerah itu, lanjuntnya, dilaksanakan dalam pertemuan yang digelar hari ini di Ruang Jelitung Hotel Mercure yang dihadiri para pemangku kepentingan komite advokasi, yakni pemerintah provinsi, Kamar Dagang dan Industri (Kadin), Gapensi Kalbar, LKPN Kalbar, Apindo dan Hipmi Kota Pontianak, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) serta para pelaku usaha di provinsi itu.

Ia menjelaskan, tujuan pembentukan Komite Advokasi ini adalah sebagai forum komunikasi dan advokasi antara regulator dan pelaku usaha untuk dapat menyampaikan dan menyelesaikan bersama kendala-kendala yang dihadapi dalam penciptaan lingkungan bisnis yang bersih dan berintegritas.

Pembentukan Komite Advokasi Daerah Antikorupsi yang digagas KPK ini tidak hanya dibentuk di tingkat daerah tetapi juga tingkat nasional. Di tingkat nasional, komite ini bernama Komite Advokasi Nasional Antikorupsi. Sebagai permulaan pada tahun 2018 ini ada lima sektor yang digarap di tingkat nasional yaitu minyak dan gas, pangan, infrastruktur, kesehatan, dan kehutanan,”bebernya.

Gagasan pembentukan kedua komite ini, terangnya, berasal dari pengalaman KPK bahwa 80 persen penindakan yang ditangani KPK melibatkan para pelaku usaha. Umumnya modus yang dilakukan berupa pemberian hadiah atau gratifikasi dan tindak pidana suap dalam rangka mempengaruhi kebijakan penyelenggara negara, seperti dalam proyek pengadaan barang dan jasa serta perizinan.

“Berdasarkan data hingga Juni 2017, pihak swasta tercatat sebagai pelaku tindak pidana korupsi (Tipikor) terbanyak yaitu sejumlah 170 orang dibandingkan pejabat eselon I/II/III sejumlah 155 orang, anggota DPR dan DPRD sejumlah 134 orang, atau kepala daerah sejumlah 78 orang. Kasus terbaru yang ditangani oleh KPK terkait dengan pihak swasta bahkan menjerat korporasinya, PT DGI dalam hal proyek pembangunan,”ungkapnya.

Menurutnya, korporasi atau perusahaan swasta bisa menjadi subjek hukum sejak Mahkamah Agung mengeluarkan peraturan Nomor :  13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Perkara Tindak Pidana oleh korporasi. Sanksi dari aturan ini bisa berupa denda berat. Hal ini mengikuti semangat corporate crime liability yang telah lebih dahulu dilakukan oleh Negara -negara maju seperti di Inggris dengan UK Bribery Act, dan Amerika Serikat dengan FCPA.

“Di tingkat nasional, komite advokasi ini dibentuk pada sektor-sektor strategis yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat luas dengan melibatkan asosiasi usaha dan kementerian atau lembaga terkait. Sementara di tingkat daerah, komite ini dibentuk berdasarkan geografis dengan melibatkan Kadin dan regulator daerah. Selain Kalbar, pada tahun 2018 ini KPK menargetkan 26 provinsi untuk membentuk komite advokasi,”pungkas Febri.(ervan/nk)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.