Di PHK Tanpa Sebab, Tiga Karyawan Laporkan Manajemen PT.MHL
Jalannya rapat mediasi antara pekerja dan Manager operasional PT. MHL yang digelar di ruang Kabid HI dan Pengawas Naker Disnaker PPU
2 Agustus Seluruh Karyawan PT. MHL Lakukan Mogok Kerja
PENAJAM (NK) – Tiga orang karyawan PT. Mega Hijau Lestari (MHL) bersama sejumlah rekan – rekannya yang tergabung dalam PUK FSP Kahutindo PT. MHL, Selasa (31/7/2018) melaporkan manajemen PT MHL kepada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnaker) Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) guna dimediasi.
Kegiatan mediasi dan klarifikasi yang digelar di ruang Kabid Hubungan Industrial dan Pengawasan Naker Disnaker itu dihadiri, Kabid HI dan pengawas Naker, Ismal, mediator Disnaker, Satriawan, Sekretaris FSP Kahutindo PPU, Asrul Padupay, Manager operasional, Supar Mitarjo, Ketua PUK FSP Kahutindo PT. MHL, Ardiansyah juga selaku karyawan yang terkena PHK, Karyawan yang di PHK, Mustakim dan Sekretaris PUK FSP Kahutindo PT. MHL atau korban PHK, Hartadi SH, serta undangan lainnya.
Pada kesempatan itu, Asrul selaku wakil karyawan berpendapat, bahwa PHK yang dilakukan oleh Pihak Manajemen PT. MHL tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dimana dalam Uutersebut di Pasal 151 Ayat (3) menyebutkan, PHK hanya bisa dilaksanakan apabila sudah mendapat penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial. apalagi PHK dilakukan tanpa ada penyebabnya dimana dua orang karyawan tercatat sebagai pengurus Kahutindo PPU.
Selain itu, tambahnya, di Pasal 151 Ayat (1) Pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja, serikat buruh dan pemerintah, dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi PHK. Ayat (2) jika PHK tidak bisa dihindari maka wajib dirundingkan oleh pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh atau dengan pekerja/buruh apabila pekerja/buruh yang bersangkutan tidak menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh. Ayat (3) apabila tidak menghasilkan persetujuan, pengusaha hanya dapat melakukan PHK setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
Kami menilai PHK ini merupakan pelanggaran pada pasal 153 Ayat (l) huruf g UU Tenagakerja. Jadi selama proses PHK belum memperoleh penetapan penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial, baik pengusaha maupun pekerja harus tetap melaksanakan segala kewajibannya,”tukasnya.
Ia menuturkan, sebelum ada keputusan dari PT. MHL pusat untuk mempekerjakan kembali ke tiga karyawan atau selama proses penyelesaian perselisihan berjalan, maka aksi mogok kerja pada 2 Agustus 2018 tetap dilaksanakan oleh pekerja.
Atau, lanjutnya, pengusaha bisa melakukan tindakan skorsing dengan tetap membayar hak-hak Pekerja yang biasa diterimanya, sesuai dengan Pasal 155 Ayat (l) PHK tanpa penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 ayat (3) batal demi hukum, sedangkan diayat (2) Selama putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial belum ditetapkan, baik pengusaha maupun pekerja/buruh harus tetap melaksanakan segala kewajibannya.
Sementara itu, Supar Mitarjo menuturkan, hingga saat ini Manajemen PT. MHL pusat tetap pada pendiriannya untuk melakukan PHK sesuai dengan SK PHK yang telah diterbitkan kepada tiga orang pekerja tersebut.
“Namun hasil pertemuan ini akan kami sampaikan kepada PT. MHL pusat untuk mempertimbangkan kembali pelaksanaan PHK terhadap tiga orang karyawan tersebut. Kami akui ketiga karyawan ini tidak pernah membuat salah dan bekerja dengan baik tetapi pusat tetap pada pendiriannya melakukan PHK kepada ketiganya,”ungkapnya.
Kabid HI dan Pengawasan Naker, Subli menyatakan, atas mediasi ini Pemkab berpendapat, segala upaya harus diusahakan agar jangan terjadi PHK, apabila tidak bisa dihindari maka pihaknya menghimbau kedua belah pihak melakukan mekanisme penyelesaian perselisihan PHK sesuai dengan Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
“Kami minta agar pengusaha melaksanakan kewajibannya sesuai dengan Pasal 155 ayat (1) yakni PHK tanpa penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 ayat (3) batal demi hukum. Ayat (2) selama putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial belum ditetapkan, baik pengusaha maupun pekerja harus tetap melaksanakan segala kewajibannya.
“Pengusaha dapat melakukan penyimpangan terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berupa tindakan, skorsing kepada pekerja yang sedang dalam proses PHK dengan tetap wajib membayar upah beserta hak-hak lainnya yang biasa diterima pekerja,”pungkas Subli.(nav/nk)