BorneoHEADLINE

Diplomasi Seraung FX Yapan

Catatan Rizal Effendi

SAYA sudah lama tak ke Kutai Barat (Kubar). Termasuk lama tak bertemu bupatinya, FX Yapan atau lengkapnya Fransiskus Xaverius Yapan. Pertemuan terakhir saya rasanya waktu peringatan HUT ke-65 Provinsi Kalimantan Timur, di Samarinda. Sama-sama menerima panji, meski Balikpapan selalu yang terbanyak. Setelah tak jadi wali kota lagi, 31 Mei 2021, saya hanya tahu perkembangan sang bupati itu lewat pemberitaan di media mainstream saja.

Tapi saya surprise melihat aksi seni budaya Kubar pada HUT ke-23 kabupaten tersebut, Sabtu (5/11) lalu, yang berlangsung di Taman Budaya Sendawar. Aksinya memasyarakatkan kembali topi seraung. Kubar berhasil memecahkan rekor MURI dengan pemakaian seraung sebanyak 11.500 atau tepatnya 11.553 buah.

Bayangkan menariknya suasana di taman tersebut. Karena seraung itu dipakai oleh para ASN di lingkungan Pemkot Kubar, bersama ribuan pelajar dari 16 kecamatan di kabupaten tersebut, termasuk juga bupati, anggota Forkompida serta ketua dan anggota DPRD.
Tentu belum pernah terjadi pemandangan seindah dan sebanyak itu. Karena itu MURI (Museum Rekor Dunia Indonesia) memberikan penghargaan kepada Bupati FX Yapan dan wakilnya, Edyanto Arkan bersama Ketua Dekranasda Kubar Ibu Yayuk Seri Rahayu Yapan, yang tak lain istri bupati sendiri bersama wakilnya Hj Isdalena Arkan.

“Ini prestasi luar biasa. MURI sangat menghargai karya eksotik ini. Kembangkan terus seraung sebagai warisan budaya, karena bernilai tinggi dan bisa menjadi kegiatan usaha masyarakat,” kata Direktur Operasional MURI Yusuf Ngadri.

Bupati Yapan mengaku senang aksi seraungnya berhasil menarik perhatian. “Kami senang bisa memecahkan rekor MURI. Tapi yang lebih penting lagi, kami senang bisa memajukan hasil kerajinan UMKM di daerah ini di antaranya kerajinan membuat seraung. Topi ini juga menjadi identitas budaya kita,” kata Bupati dan istrinya.

Seraung adalah topi khas suku Dayak. Mirip caping, topi yang dipakai petani di Jawa. Dibuat dari daun biru, sejenis daun palem yang lebar dan banyak tumbuh di hutan tropika basah Kalimantan. Atau terkadang dipakai juga daun sang, daun pandan dan daun kajang.

Tapi diakui seraung lebih artistik. Ada jahitan kain dan manik berwarna-warni. Jadi tidak sekadar untuk melindungi kepala dari sengatan panas matahari atau hujan, tapi juga bisa dikenakan para penari dalam upacara adat atau bisa juga jadi hiasan dinding. Makin banyak maniknya, makin mahal harga seraungnya.

Dulu setiap Pekan Olahraga Wartawan Nasional (Porwanas), kontingen PWI Kaltim selalu memakai seraung. Selesai acara defile, langsung diperebutkan warga yang menyaksikan. Terutama ibu-ibu. Saya tidak tahu apa teman-teman PWI Kaltim yang mengikuti Porwanas 2022 di Malang, Jatim mengulanginya.

Menurut Ibu Yayuk, berkat acara pemecahan rekor MURI itu, pengrajin seraung meraup keuntungan yang besar untuk pengembangan usahanya. Harga seraung yang biasanya berkisar 25 sampai 35 ribu rupiah per buah, tiba-tiba meningkat sampai di atas Rp60 ribu. “Saya berharap mereka lebih bersemangat lagi mengembangkan usahanya serta meningkatkan kualitas dan kreasi dari seraung, sehingga masyarakat luar dan turis semakin menyukai sebagai cenderamata,” tambahnya.

BANYAK CATATAN

Kubar berdiri tanggal 4 Oktober 1999. Tapi hari jadinya ditetapkan setiap 5 November, ketika mulai diisinya para pejabat pemerintahan Kubar tanggal 5 November 1999. Kubar terbentuk dari pemekaran Kabupaten Kutai. Wilayahnya cukup luas, 20 ribu km2 dengan jumlah penduduk hanya sekitar 165 ribu orang.

Setelah Kubar terbentuk, Rama Alexander Asia menjadi bupati dan menyusul kemudian Ismail Thomas, yang sempat menjadi wakil Rama. Bupati selanjutnya FX Yapan, yang sebelumnya pernah menjadi ketua DPRD Kubar. Yapan saat ini memasuki masa jabatan kedua bersama wakilnya, Edyanto Arkan. Masa baktinya berakhir 2024 menyusul diadakannya Pilkada serentak.

Yapan asli orang Kubar. Dia dilahirkan di Kampung Besiq, 18 Juli 1958. Lebih tua sebulan dari saya. Dia mempunyai 6 anak (dua di antaranya meninggal dunia), hasil pernikahannya dengan Yayuk Seri Rahayu, S.ST. Yapan alumnus Universitas 17 Agustus (Untag) Samarinda dan sekarang didaulat menjadi ketua alumni.

Empat tahun setelah pembentukannya, Kubar dimekarkan lagi dengan munculnya kabupaten baru bernama Kabupaten Mahakam Ulu atau disingkat Mahulu. Jadi Mahulu seperti cucu Kabupaten Kutai Kartanegara.

Kubar dijuluki Kota Beradat. Potensi sumber daya alamnya memang besar karena itu APBD Kubar hampir sama dengan Balikpapan. Di atas Rp 2 triliun. Tapi sebagian besar wilayahnya di 16 kecamatan dan 190 kampung tidak gampang dicapai.

Saya banyak catatan dan kenangan ketika masih menjadi wartawan. Saya sering masuk ke wilayah Kubar, sebelum dimekarkan. Hampir semua wilayah di kecamatannya pernah saya jelajahi.

Kalau saya ke Melak, saya sering menikmati durian di sana. Lalu ke Taman Kersik Luway, melihat keindahan koleksi anggrek yang tumbuh alami di atas hutan pasir seluas 15 ribu hektare khususnya anggrek hitam (Coelogyne Pandurata), yang sangat terkenal.

Saya lanjut ke Barong Tongkok, karena di sana ada bandara milik TNI AU. Ada hewan kuda dan lokasi perjudian khas warga setempat, yang disebut judi tongkoq. Jenis judi tongkoq sering dijumpai pada adat Dayak yang melaksanakan acara seperti Kuangkai, Guguh Taun dan pekan.
Betapa asyiknya kalau kita naik perahu ke Danau Jempang yang luasnya juga 15 ribu hektare.

Seakan berada di tengah lautan jika lagi air pasang. Selain ada juga Danau Kojo, Danau Berambai, Danau Malinau, dan Danau Loa Maong. Semua danau ini penghasil ikan air tawar, yang banyak dikirim ke Tenggarong, Samarinda, dan sekitarnya. Mulai jenis ikan gabus, baung, biawan sampai udang galah.
Karena Kubar banyak dihuni warga Dayak, maka tak heran di sana banyak hunian berbentuk lamin, yang dikenal sebagai rumah panjang keluarga. Ada Lamin Tolan di Kampung Lambing, Muara Lawa miliki suku Dayak Benuaq. Umurnya sudah 200 tahun, asli dan unik. Suasananya semakin magis karena di sekitarnya terdapat Lungun, Templaaq, Kererekng dan Selokng, peti mati leluhur dan patung adat.

Mencimai, Benung, Engkuni Pasek dan Pepas Eheng adalah desa-desa yang dihuni suku Dayak Benuaq. Sekitar 7 km dari Terminal Kampung Tongkok dan sebagai pusat seni budaya Suku Benuaq. Di sana ada Museum Mencimai, yang menggambarkan kehidupan sesungguhnya kehidupan dan seni budaya warga di sana.
Dulu di Kubar ada tambang emas terkenal PT Kelian Equatorial Mining atau PT KEM, yang mendapat areal penambang seribu hektare lebih di Kampung Tutung, Kecamatan Linggang Bigung. Beroperasi sejak tahun 1992 dan berakhir sekitar 15 tahun kemudian dengan meninggalkan berbagai hal yang kontroversial terutama berkaitan masalah lingkungan dan nasib masyarakat setempat.

Saya beberapa kali diundang ke sana. Ada kebijakan perusahaan yang menarik. Sebagian sopir kendaraannya yang besar-besar dikemudikan oleh wanita, warga setempat. Saham PT KEM dikuasai The Anglo-Australian Rio Tinto Group dengan memproduksi 14 ton emas dan 10 ton perak per tahun.

Begitu emasnya habis, yang tinggal ributnya. Syukur Kubar masih mempunyai sumber daya alam yang lain, yang bisa menunjang gerak ekonominya. Mulai pertanian dan perikanan, perkebunan kelapa sawit, karet dan kopi sampai penambangan batu bara. Tapi pengalaman dengan penambangan emas PT KEM harus menjadi pelajaran berharga.

Saya suka jika bertemu Yapan. Semangat dan suka bercanda juga. Yang penting Kubar berkembang sesuai motonya: Tanaa purai ngeriman. Ini bahasa Dayak, yang artinya tanah yang subur, makmur dan berlimpah ruah. Dirgahayu ke-23 Kubar. Maju terus berkibar-kibar.(*)

*) Rizal Effendi
– Wartawan senior Kalimantan Timur
– Wali Kota Balikpapan dua periode (2011-2021)