HEADLINENasional

Doni Monardo : Karhutla Bisa Jadi Ancaman Bencana Permanen

 JAKARTA (NK) – Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo mengingatkan, bahwa kebakaran hutan dan lahan (karhutla) bisa menjadi ancaman bencana yang bersifat permanen apabila tidak segera diselesaikan.

Hal itu disampaikan Doni saat menjadi salah satu narasumber “Rapat Koordinasi Komite Intelijen Pusat Antisipasi Dampak Musim Kemarau Tahun 2019 di Indonesia” di Kantor Badan Intelijen Negara (BIN) Jakarta, Kamis (22/8/2019).

Doni mengatakan permasalahan karhutla sudah ada dari tahun-tahun yang lalu dan terus berulang. Penyebabnya pun selalu sama, yang mana 99 persen karhutla terjadi atas ulah manusia. Faktor cuaca ditambah fenomena El Nino juga menjadi faktor meluasnya karhutla tersebut.

Di hadapan para pejabat perwakilan Kementerian/Lembaga, Doni meminta BIN dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk merevisi undang-undang tentang pengelolaan lingkungan hidup dan mengambil langkah tegas kepada pihak-pihak yang sengaja membakar hutan dan lahan demi kepentingan individu maupun korporasi.

Selain itu, mantan Komandan Pasukan Pengamanan Presiden itu juga meminta Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) untuk mencari solusi berupa teknologi agar bisa menciptakan inovasi pembukaan lahan dengan tidak menggunakan cara-cara pembakaran.

“BIN mungkin bisa merevisi uu no 32 tahun 2009 ttg perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dan saya mohon penegakan hukum lebih dioptimalkan. Cabut ijin koorporasi yang membuka lahan dengan cara dibakar,”kata Doni.

Selain melalui teknologi, lanjutnya, ilmu pengetahuan dan ketegasan hukum, permasalahan karhutla yang bisa menjadi ancaman permanen ini harus dihadapi dengan cara yang permanen pula melalui perubahan perilaku manusia.

“Ini adalah soal perilaku dan bagaimana agar bisa mengubah perilaku manusia. Ini cara permanennya. Bersama BIN kita harapkan lebih bisa memiliki kekuatan agar mengubah ini semua, kalau tidak akan habis semua hutan kita di masa yang akan datang,”tambah Doni.

Upaya perubahan perilaku manusia itu dicontohkan Doni melalui hal-hal sederhana yang sudah terbukti keberhasilannya seperti “Citaruh Harum”. Doni yang saat itu menjadi Pangdam Siliwangi mengerahkan tim untuk hidup bersama rakyat, memberi contoh dan edukasi sehingga rakyat tahu dan tergerak.

“Prajurit saya dulu tidur di rumah-rumah warga, ikut tinggal di sana selama waktu yang ditentukan. Dampaknya sudah terbukti, kini Citarum sudah semakin baik,”kenang Doni.

Selain itu, Doni juga memberi gambaran bahwa perubahan perilaku masyarakat juga bisa dilakukan melalui peningkatan kesejahteraannya dengan pendekatan pertanian dan peternakan.

Doni mencontohkan beberapa tanaman produktif yang bisa tumbuh di lahan gambut sagu, lidah buaya, pinang, bawang merah, nanas, cabai, kopi liberica dan sebagainya. Kemudian dari sektor peternakan, mantan Danjen Kopassus itu mencontohkan kasus di Portugal yang berhasil menanggulangi karhutla dengan kambing.

“Portugal ini pakai kambing. Jadi warga diberi kambing untuk diternak. Otomatis mereka tidak akan bakar-bakar lagi, karena nanti ternaknya bisa mati,” ungkap Doni.

Langkah-langkah tersebut menurut Doni akan lebih bagus dan optimal karena merupakan bagian dari upaya pencegahan. Tentunya, seluruh Kementerian/Lembaga harus bersama-sama mengupayakan solusi pencegahan sebagaimana yang sudah menjadi perintah dan arahan Presiden Joko Widodo dalam Rapat Koordinasi Nasional Pengendalian Karhutla tahun 2019 di Istana Negara Jakarta.

Sejauh ini BNPB telah mengirim 37 helikopter ‘water boombing’ sebagai upaya pemadaman karhutla di enam provinsi seperti Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Aceh, Riau dan Jambi. Selain itu, tim satgas karhutla juga telah diterjunkan di tiap-tiap titik api untuk pemadaman darat. Akan tetapi upaya-upaya tersebut belum menunjukkan hasil yang optimal. Dari upaya yang sudah dilakukan, Doni menilai bahwa solusi dari bencana karhutla tersebut hanya satu, yaitu hujan.

Menurut Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), curah hujan pada Agustus-Oktober tahun 2019 diperkirakan masih rendah terutama di bagian tengah seperti Jawa, NTT, Bali, dan selatan Pulau Sumatera. BMKG juga menyimpulkan bahwa saat ini 97 persen wilayah zona musim indonesia sudah masuk musim kemarau. Sedangkan berdasarkan perkiraan, musim kemarau 2019 lebih kering dari tahun 2018. Oleh karena itu perkiraan awal musim hujan akan mengalami kemunduran yakni pada bulan Oktober, November, Desember. BMKG sendiri menyatakan untuk membuat hujan buatan di musim kemarau seperti ini sangat kecil sekali peluang keberhasilannya, karena setidaknya dibutuhkan 70 persen awan sebagai bibit hujan yang mana hal itu sangat sulit sekali ditemukan pada musim seperti ini.

Selain kesehatan, bencana karhutla juga menyebabkan kerugian negara terbesar hingga mencapai angka 221 triliyun, seperti yang terjadi pada 2015 lalu. Oleh karena itu, BNPB meminta sinergi dari Kementerian/Lembaga agar negara tidak kehilangan anggaran yang seharusnya bisa digunakan untuk hal-hal yang lebih bermanfaat.(nk/ humas BNPB)