DPRD PPU Minta Hotel Penajam Suites Segera Bayar Sewa Aset Pemkab PPU
PENAJAM (NK) – Pengelolaan Penajam Suite Hotel menjadi polemik dan dibahas dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) DPRD Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Senin (3/4/2023). Hotel yang dikelola PT Momik Perkasa Indonesia itu memanfaatkan lahan dan bangunan bekas Asrama Haji dan Wisma PKK PPU, yang diawali dengan nota kesepahaman yang diteken 20 Juli 2022.
Kemudian kesepakatan terus mengalami pembaruan dan muncul opsi sewa, saat Oktober 2022. Diikuti nilai sewa yang didasari perhitungan appraisal yang diterbitkan Desember 2022 senilai Rp645 juta.
Wakil Ketua I DPRD PPU Raup Muin merespons persoalan yang tengah dihadapi Direktur PT Momik Perkasa Indonesia Anwar Rizal dengan Pemkab PPU tersebut. “Pertanyaannya angka sekitar Rp645 juta hasil appraisal, terus dibayarnya lewat mana. Bahwa itu harus dibayar oleh pengelola, ada tidak perjanjiannya,” ujar Raup.
Direktur PT Momik Perkasa Indonesia Anwar Rizal hadir dalam RDP. (kotaku.co.id/humas)
Menurutnya, segala sesuatu yang berhubungan dengan pengelolaan aset daerah sebaiknya memiliki dasar hukum yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan kedua belah pihak, sejak kesepakatan itu dibuat.
“Harus ada perjanjian, ada aturannya, ada MoU. Cuma selama ini hanya kesepakatan-kesepakatan saja, tetapi perjanjian kontrak dengan angka-angka tidak ada,” urainya.
Ketua DPC Partai Gerindra PPU itu menyebut, satu sisi ada sekitar 30 karyawan tenaga lokal yang dipekerjakan di hotel tersebut, menggantungkan harapan. Namun harapan itu kian pupus setelah Pemkab PPU melakukan penyegelan hotel, sampai pengelola hotel mampu melunasi tagihan appraisal yang telah ditentukan.
“Sekarang kalau aset daerah mau diberikan ke pihak ketiga harus ada sewa, harus ada hitungannya, harus ada kontrak. Pertanyaannya, ada kontrak atau tidak? Sampai hari ini, pengelolaan Penajam Suite Hotel dengan Pemkab PPU tidak memiliki kontrak. Terus mau bayar Rp645 juta itu dari mana (asalnya),” urainya.
Menurutnya, kesepakatan dalam bentuk MoU belum bisa menguatkan suatu hubungan kerja sama antara kedua belah pihak. “Sebab MoU yang diteken baru berupa kesepakatan secara umum. Sementara yang dibutuhkan sejak awal yakni kesepakatan yang mengatur secara teknis, berupa kontrak,” urainya.
Selain itu, ada wacana terkait kesepakatan menggunakan sistem pinjam pakai. Raup menilai, apapun sistemnya, seharusnya sejak awal sudah dipersiapkan kontrak yang menyatakan dengan jelas sistem yang digunakan kedua belah pihak. Selain itu, Raup menyebut DPRD PPU tidak pernah dilibatkan dalam proses pertimbangan kerja sama penggunaan aset daerah tersebut.
“Ada enggak di situ kontrak pinjam pakainya. Jadi regulasinya yang harusnya diperbaiki, sebenarnya. Tidak ada proses pertimbangan melibatkan DPRD,” pungkasnya. (*/ADV/NK2)