JATAM Dukung KPK Berantas Korupsi Jelang Pilkada
JAKARTA (NK) – Reaksi Menteri Koordinator Bidang Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Wiranto, yang meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunda proses hukum atas calon Kepala Daerah yang diduga terlibat korupsi merupakan langkah mundur dan bukti ketidakseriusan pemerintah dalam mendukung pemberantasan korupsi di Indonesia.
Demikian dikatakan Koordinator Nasional Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), Merah Johansyah melalui siaran persnya yang diterima newskaltim.com Kamis (15/3/2018).
Rencana KPK yang hendak mengumumkan daftar calon kepala daerah yang diduga terlibat korupsi tersebut sudah sepatutnya didukung, sehingga masyarakat Indonesia, terutama para pemilih tidak salah memilih calon kepala daerahnya dalam Pilkada Serentak 2018,”tegasnya.
Menurutnya, langkah KPK itu mesti dilihat sebagai upaya untuk memotong rantai korupsi yang lebih besar, yakni menyelamatkan kekayaan alam dan ruang hidup rakyat, yang berpotensi menjadi sektor utama yang akan digadai di kemudian hari, ketika para calon kepala daerah ini terpilih.
Hal ini, lanjutnya, beralasan mengingat korupsi di sektor sumber daya alam, terutama terkait pertambangan selalu menjadi sumber korupsi selama ini guna memenuhui kebutuhan biaya kampanye dalam Pilkada Serentak. Dugaan ini beralasan mengingat pada tahun politik 2017 -2018, maka tren penerbitan izin tambang naik drastis.
Dibeberkannya, terdapat 170 Izin Tambang yang dikeluarkan sepanjang 2017 dan 2018, dengan rincian 34 izin tambang di Jawa Barat yang terbit pada 13 Februari 2018, dua pekan sebelum masa penetapan Calon Kepala Daerah Jabar diumumkan.
“Di Jawa Tengah, pada 30 Januari 2018 lalu, pemerintah setempat tercatat mengobral 120 izin tambang. Demikian juga di Kalimantan Timur dimana terdapat enam titik pertambangan batubara ilegal yang tidak dilakukan penegakan hukum. Semua ini kami duga terkait pembiayaan politik pilkada bagi para kandidat,”tukas Merah.
Bahkan, tambahnya, modus lain yang patut ditelusuri KPK adalah terkait ribuan izin tambang yang habis masa berlaku namun izinnya tidak dicabut. Dimana terdapat 1.682 dari 3.078 atau 60 persen dari Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang habis masa berlaku dan tersebar di 17 Provinsi yang menggelar Pilkada 2018, berpotensi menjadi sumber keuangan bagi kandidat tertentu terutama para incumbent.
“JATAM menemukan, terdapat 7.180 IUP atau 82,4 persen dari total 8.710 IUP di Indonesia berada di 171 wilayah yang menyelenggarakan Pilkada 2018. Sebanyak 4.290 IUP berada di 17 Provinsi Pilkada atau 49,2 persen dari seluruh IUP di Indonesia. Ribuan izin tambang ini berpotensi menjadi sumber pembiayaan politik bagi para kandidat pada Pilkada Serentak 2018,”ujarnya.
Ia menjelaskan, mengingat antara perusahaan tambang dan kandidat, sama-sama punya kepentingan. Kandidat berkepentingan untuk mendapatkan biaya, sementara perusahaan tambang berkepentingan untuk mendapat jaminan politik dan keamanan dalam melanjutkan bisnisnya di daerah. Di sinilah ijon politik itu terjadi.
Selain itu, terangnya, JATAM juga menemukan sejumlah regulasi dan peraturan yang dibuat, dirancang dan dikeluarkan di tahun politik yang tampak menguntungkan perusahaan tambang dan rawan digunakan sebagai sumber pembiayaan politik calon kepala daerah.
Salah satunya, ungkapnya, adalah Permen ESDM No 11 Tahun 2018 yang keluar 19 Februari 2018 lalu tentang Tata Cara Pemberian Wilayah Perizinan dan Pelaporan pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral Batubara yang pada intinya Mempermudah Penetapan Wilayah Tambang, Penyiapan WIUP yang Tertutup, Pengumuman Lelang diperpendek hanya satu bulan untuk mempercepat investasi, luas WIUP diatas 500 ha dipermudah, dilelang dan dibuka pada investasi asing. Padahal, sebelumnya di Permen ESDM 28/2013 hanya bisa dibuka investasi asing jika diatas luas 5000 ha.
“Oleh karena itu, langkah KPK untuk segera mengumumkan calon kepala daerah yang terindikasi korupsi tersebut mendesak dilakukan. Tidak usah gubris dengan pernyataan Wiranto, termasuk Jaksa Agung HM Prasetyo dan Kapolri Tito Karnavian yang telah menunda memproses hukum atas kasus yang terkait dengan pasangan calon kepala daerah di Pilkada 2018,”pungkasnya.(ervan/nk)