Penangan Stunting di PPU Harus Libatkan Instansi Lain
AGM
PENAJAM (NK) – Penangan stunting di Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), bukan hanya ditangani oleh dinas kesehatan saja namun harus pula melibatkan beberapa instansi terkait seperti Kementerian Agama, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR), Dinas KB, Camat hingga lurah dan kepala desa.
Hal ini ditegaskan Bupati PPU, H Abdul Gafur Mas’ud (AGM) pada acara Rembuk Stunting, menghadirkan sejumlah Pimpinan Forum Komunikasi Pimpinan Derah (FKPD), kepala OPD, Ketua Tim Penggerak PKK Kabupten PPU, Para camat, lurah/kepala desa, menghadirkan Nara sumber Novel Abdul Gafur, Konsultan Work Shop Bina Kebangsaan, Kementerian Dalam Negeri, Rabu (31/7/2019).
Terkait masalah ini, lanjut AGM, dirinya juga memberdayakan Tim Penggerak PKK karena sasarannya dapat menyentuh langsung ke para ibu-ibu.
Jadi saya minta tolong kepada Ketua Tim Penggerak PKK Kabupten PPU agar dapat mengkordinir anggotanya untuk melakukan penanganan terhadap stunting yang menimpa generasi kita yang mana generasi kita harus ditangani dan ditumbuhkembangkan secara baik, dalam segi fisik, ilmu bahkan ekonomi,” ucap bupati.
Ia menjelaskan, stunting merupakan sebuah kondisi dimana balita kekurangan gizi sehingga menghabat pertumbuhan bagi balita menyebabkan tinggi badan kurang dari tinggi anak seusianya, bahkan membuat anak terganggu tingkat kecerdasannya serta mudah terserang berbagai penyakit
Sementara itu Sekretaris Daerah Kabupaten PPU H Tohar menegaskan, dibutuhkan komitmen yang kuat dan mekanisme yang tepat dan bekerja bersama-sama dalam rangka menurunkan dan mencegah kondisi stunting, terkait maslah ini maka kepala Dinas Kesehatan harus tampil di depan sebagai leader untuk menangani program ini.
Implementasinya menurut Sekda adalah dikaitkan dengan tugas yang terstruktur dengan melibatkan seluruh pimpinan SKPD, terutama Dinas Kesehatan, dan seluruh pimpinan Puskesmas dan kita harus refresh kembali ingatan kita bahwa Puskesmas tidak melulu melakukan pelayanan kesehatan, namun harus mencari tahu berapa jumlah penderita stunting.
Segala sumberdaya yang dimiliki lanjut Sekda harus dimaksimalkan dan dioptimalkan kinerjanya, kemudian pencermatan lapangan, untuk ini para pimpinan puskesmas harus melakukan pendataan terhadap warga di wilayah kerjanya masing-masing berkaitan dengan kondisi stunting ini.
“Dapat pula beberapa jajaran seperti PKK dan jajaran Dinas KB hingga ketingkat bawah yang memiliki dasa wisma, Dinas Sosial mempunyai petugas lapangan, jika semua ini dapat bersinergi maka kita akan memiliki persepsi yang sama, sehingga kita dapat mengukur sampai dimana progres perkembangan penanganan stunting ini,” ungkap Tohar.
Untuk itu Sekda meminta kepada seluruh camat agar menggalang seluruh lurah dan kepala desa beserta elemen masyarakt agar bisa bersinergi dan berkontribusi menangani stunting secara bersama-sama, lakukan kosolidasi kemasyarakatan, mari, lurah dan kepala desa lewat struktur RT dan RW dan kepala dusunnya agar menggairahkan warganya masing-masing menciptakan lingkungan yang dapat meningkatkan gizi di lingkungan masing-masing.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten PPU Dr Arnold Wayong, dalam laporannya menyebutkan stunting merupakan masalah nasional, hingga 2019 ini msih ada 34 persen anak stunting di Indonesia, kabupaten PPU merupakan satu dari 100 Kabupten/kota se Kaltim yang tertinggi stuntingnya, Kabupten PPU saat ini hanya merupakan urutan ke 8 tertinggi angka stuntingnya.
“Gizi buruk pada anak merupakan stunting dan stunting ini harus ditangani secara serius kerena jika tidak ditangani secara baik akan menimbulkan berbagai masalah antara lain menghambat pertumbuhan bagi anak balita, mengurangi tingkat kecerdasan dan mudah terserang berbgai penyakit, bahkan menjadi beban ekonomi bagi Negara lantaran hidup ketergantungan dengan orange lain karena tindak produktif,” tutup Arnold. (humas8/nk/nav)